MAKALA KONSEP SEHAT SAKIT
OLEH FREDI IRAWAN
STIKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
BAB I
PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang
Pembangunan
kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna
tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap
penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan
yang demikian yang menjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi
datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak meskipun kadang-kadang
bisa dicegah atau dihindari.
Konsep sehat dan
sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor
lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial
budaya.
Masalah sehat
dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan
manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun
sosio budaya
Kesehatan adalah
suatu keadaan sejahtera dari badan (jasmani), jiwa (rohani) dan social yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomis. (UU N0.
23, 1992).
Sehat tidak dapat
diartikan sesuatu yang statis, menetap pada kondisi tertentu, tetapi sehat
harus dipandang sesuatu fenomena yang dinamis. Kesehatan sebagai suatu spectrum
merupakan suatu kondisi yang fleksibel antara badan dan mental yang dibedakan
dalam rentang yang selalu berfluktuasi atau berayun mendekati dan menjauhi
puncak kebahagiaan hidup dari keadaan sehat yang sempurna.
Sehat sebagai
suatu spectrum, Pepkins mendefinisikan sehat sebagai keadaan keseimbangan yang
dinamis dari badan dan fungsi-fungsinya sebagai hasil penyesuaian yang dinamis
terhadap kekuatan-kekuatan yang cenderung menggangunya. Badan seseorang bekerja
secara aktif untuk mempertahankan diri agar tetap sehat sehingga kesehtan
selalu harus dipertahankan.
Ketika keadaan keseimbangan yang dinamis dari badan dan fungsi-fungsinya sebagai hasil penyesuaian yang dinamis terhadap kekuatan-kekuatan terganggu, maka hal inilah yang disebut dengan sakit.
Ketika keadaan keseimbangan yang dinamis dari badan dan fungsi-fungsinya sebagai hasil penyesuaian yang dinamis terhadap kekuatan-kekuatan terganggu, maka hal inilah yang disebut dengan sakit.
Sakit adalah
gangguan dalam fungsi normal individu sebagai tatalitas termasuk keadaan
organisme sebagai sistem biologis dan penyesuaian sosialnya. (Pemons, 1972)
Untuk mengetahui
lebih banyak tentang konsep sehat sakit, maka dalam makalah ini penulis akan
membahas tentang konsep sehat sakit.
I.2.. Tujuan
Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran tentang konsep
sehat sakit.
2. Tujuan khusus
a.
Untuk mengetahui konsep sehat
b.
Untuk mengetahui konsep sakit
c.
Untuk mengetahui konsep sehat sakit
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Konsep Sehat
Menurut beberapa keterangan dan beberapa ahli:
Banyak yang
memberikan pengertian atau definisi tentang sehat, diantaranya yaitu:
WHO, 1947, Sehat
itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara
fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.
UU Kesehatan
No.23, 1992. Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera dari badan (jasmani),
jiwa (rohani) dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
social dan ekonomis.
Pender, 1982. Sehat
merupakan perwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam berhubungan
dengan orang lain (Aktualisasi). Perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan
diri yang kompeten sedangkan penyesesuaian diperlukan untuk mempertahankan
stabilitas dan integritas struktural.
Paune, 1983. Sehat
adalah fungsi efektif dari sumber-sumber perawatan diri (self care Resouces)
yang menjamin tindakan untuk perawatan diri ( self care Aktions) secara
adekuat.
Dari pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sehat adalah suatu keadaan dimana sehat itu tidak hanya terbebas dari penyakit dan kelemahan fisik, tetapi juga terbebas dari gangguan psikologis, social dan spiritual yang memungkinkan setiap orang hidup produktif.
Dari pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sehat adalah suatu keadaan dimana sehat itu tidak hanya terbebas dari penyakit dan kelemahan fisik, tetapi juga terbebas dari gangguan psikologis, social dan spiritual yang memungkinkan setiap orang hidup produktif.
II.1.a. Karakteristik Sehat
Definisi WHO
tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat meningkatkan konsep
sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994) :
a. Memperhatikan individu sebagai sebuah
sistem yang menyeluruh.
b. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
c. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.
b. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
c. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.
Sehat bukan
merupakan suatu kondisi tetapai merupakan penyesesuaian, bukan merupakan suatu
keadaan tapi merupakan ptoses. Proses disini adalah adaptasi individu yang
tidak hanya terhadap fisik mereka tetapi terhadap lingkungan sosialnya.
Karakteristik
sehat menurut UU Kesehatan No.23 tahun 1992 yaitu kesehatan harus dilihat
sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur –unsur fisik, mental dan
sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.
II.1.b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keyakinan
dan Tindakan Kesehatan
a. Faktor Internal
1). Tahap Perkembangan
Artinya status
kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan
dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki
pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
Untuk itulah
seorang tenaga kesehatan (perawat) harus mempertimbangkan tingkat pertumbuhan
dan perkembangan klien pada saat melakukan perncanaan tindakan. Contohnya:
secara umum seorang anak belum mampu untuk mengenal keseriusan penyakit
sehingga perlu dimotivasi untuk mendapatkan penanganan atau mengembangkan
perilaku pencegahan penyakit.
2). Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
2). Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
Keyakinan
seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari
pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit , latar belakang
pendidikan, dan pengalaman masa lalu.
Kemampuan
kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk
memehami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan
pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan sendirinya.
3). Persepsi Tentang
Fungsi
Cara seseorang
merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan terhadap kesehatan dan
cara melak¬sanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi jantung yang kronik
merasa bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan orang yang tidak pernah
mempunyai masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya, keyakinan terhadap
kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan pada masing-masing orang cenderung
berbeda-beda. Selain itu, individu yang sudah berhasil sembuh dari penyakit
akut yang parah mungkin akan mengubah keyakinan mereka terhadap kesehatan dan
cara mereka melaksanakannya.
Untuk itulah
perawat mengkaji tingkat kesehatan klien, baik data subjektif yiatu tentang
cara klien merasakan fungsi fisiknya (tingkat keletihan, sesak na¬pas, atau
nyeri), juga data objektif yang aktual (seperti, tekanan darah, tinggi badan,
dan bunyi paru). Informasi ini memungkinkan perawat me¬rencanakan dan
mengimplementasikan perawatan klien secara lebih berhasil.
4). Faktor Emosi
Faktor emosional
juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya. Seseorang
yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan hidupnya cenderung
berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara
mengkhawa¬tirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidu¬pannya.
Seseorang yang
secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respons emosional yang
kecil selama ia sakit.
Seorang individu
yang tidak mampu mela¬kukan koping secara emosional terhadap ancaman penyakit
mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau
menjalani pengobatan.
Contoh:
seseorang dengan napas yang terengah-engah dan se¬ring batuk mungkin akan
menyalahkan cuaca dingin jika ia secara emosional tidak dapat menerima
kemungkinan menderita penyakit saluran pernapasan.
Banyak orang
yang memiliki reaksi emosional yang berlebihan, yang berlawanan dengan
kenyataan yang ada, sampai-sampai mereka berpikir tentang risiko menderita
kanker dan akan menyangkal adanya gejala dan menolak untuk mencari pengobatan.
Ada beberapa penyakit lain yang dapat lebih diterima secara emosional, sehingga
mereka akan menga¬kui gejala penyakit yang dialaminya dan mau mencari
pengobatan yang tepat.
5). Spiritual
Aspek spiritual
dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mencakup nilai
dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan
kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
Spiritual bertindak
sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam kehidupan seseorang. Spiritual
seseorang akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap kesehatan dilihat dari
perspektif yang luas.
Fryback (1992) menemukan hubungan kesehatan
dengan keya¬kinan terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah memberikan
seseorang keyakinan dan kemampuan untuk mencintai.
Kesehatan
dipandang oleh beberapa orang sebagai suatu kemampuan untuk menjalani kehidupan
secara utuh. Pelaksanaan perintah agama merupakan suatu cara seseorang berlatih
secara spiritual. Ada beberapa agama yang melarang penggunaan bentuk tindakan
pengobatan tertentu, sehingga perawat hams memahami dimensi spiritual klien
sehingga mereka dapat dilibatkan secara efektif dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan.
b. Faktor Eksternal
1). Praktik diKeluarganya
Cara bagaimana
keluarga menggunakan pelayanan kesehatan biasanya mempengaruhi cara klien dalam
melaksanakan kesehatannya.
Misalnya: Jika
seorang anak bersikap bahwa setiap virus dan penyakit dapat berpotensi mejadi penyakit
berat dan mereka segera mencari pengobatan, maka bisasnya anak tersebut akan
malakukan hal yang sama ketika mereka dewasa.
Klien juga kemungkinan besar akan melakukan
tindakan pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang sama.
Misal: anak yang
selalu diajak orang tuanya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, maka
ketika punya anak dia akan melakukan hal yang sama.
2). Faktor Sosioekonomi
Faktor sosial
dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi
cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.
Variabel
psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan kerja. Sesorang
biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini
akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.
3). Latar
Belakang Budaya
Latar belakang
budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu, termasuk sistem
pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi.
Untuk perawat belum menyadari pola budaya yang berhubungan dengan perilaku dan bahasa yang digunakan.
II.2. Konsep Sakit
Untuk perawat belum menyadari pola budaya yang berhubungan dengan perilaku dan bahasa yang digunakan.
II.2. Konsep Sakit
Banyak yang
memberikan pengertian atau definisi tentang sakit, diantaranya yaitu:
Perkins
mendefinisikan sakit sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa
seseorang sehingga seseorang menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari baik
aktivitas jasmani, rohani dan social.
Oxford English
Dictionary mengartikan sakit sebagai suatu keadaan dari badan atau sebagian
dari organ badan dimana fungsinya terganggu atau menyimpang.
Pemons (1972)
mendefinisikan sakit sebagai gangguan dalam fungsi normal individu sebagai
tatalitas termasuk keadaan organisme sebagai sistem biologis dan penyesuaian
sosialnya.
Dari pengertian diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa sakit merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan
aktivitas sehari-hari baik aktivitas jasmani, rohani dan sosial.
Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, atau seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan terjadinya proses penyakit.
Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, atau seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan terjadinya proses penyakit.
Oleh karena itu sakit tidak sama dengan
penyakit. Sebagai contoh klien dengan Leukemia yang sedang menjalani pengobatan
mungkin akan mampu berfungsi seperti biasanya, sedangkan klien lain dengan
kanker payudara yang sedang mempersiapkan diri untuk menjalanaio operasi
mungkin akan merasakan akibatnya pada dimensi lain, selain dimensi fisik.
Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang memantau tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami; melakukan upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.
Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang memantau tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami; melakukan upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.
Seorang individu
yang merasa dirinya sedang sakit perilaku sakit bisa berfungsi sebagai
mekanisme koping.Menurut Bauman (1965), seseoang menggunakan 3 kriteria untuk
menentukan apakah mereka sakit :
1). Adanya gejala : Naiknya temperatur,
nyeri.
2). Persepsi tentang bagaimana mereka merasakan : baik, buruk, sakit.
3). Kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari : bekerja , sekolah.
2). Persepsi tentang bagaimana mereka merasakan : baik, buruk, sakit.
3). Kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari : bekerja , sekolah.
II.2.a.
Factor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sakit
A. Faktor internal
A. Faktor internal
1). Persepsi
individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami
Klien akan
segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu rutinitas kegiatan
sehari-hari.
Misal: Tukang
Kayu yang menderita sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa
membahayakan dan mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.
Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja orang yang takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi dengan cara menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.
Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja orang yang takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi dengan cara menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.
2). Asal atau
Jenis Penyakit
Pada penyakit
akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin mengganggu fungsi
pada seluruh dimensi yang ada, Maka klien bisanya akan segera mencari
pertolongan dan mematuhi program terapi yang diberikan.
Sedangkan pada
penyakit kronik biasany berlangsung lama (>6 bulan) sehingga jelas dapat mengganggu
fungsi diseluruh dimensi yang ada. Jika penyakit kronik itu tidak dapat
disembuhkan dan terapi yang diberikan hanya menghilangkan sebagian gejala yang
ada, maka klien mungkin tidak akan termotivasi untuk memenuhi rencana terapi
yang ada.
B. Faktor Eksternal
Gejala yang
Dapat Dilihat, Gajala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi
Citra Tubuh dan Perilaku Sakit.
Misalnya: orang
yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan lebih cepat mencari
pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan, karena mungkin komentar
orang lain terhadap gejala bibir pecah-pecah yang dialaminya.
Kelompok Sosial,
Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau justru
meyangkal potensi terjadinya suatu penyakit.
Misalnya: Ada 2
orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35 tahun yang berasal dari dua
kelompok sosial yang berbeda telah menemukan adanya benjolan pada Payudaranya
saat melakukan SADARI. Kemudian mereka mendisukusikannya dengan temannya
masing-masing. Teman Ny. A mungkin akan mendorong mencari pengobatan untuk
menentukan apakah perlu dibiopsi atau tidak; sedangkan teman Ny. B mungkin akan
mengatakan itu hanyalah benjolan biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.
Latar Belakang
Budaya, Latar belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana menjadi
sehat, mengenal penyakit, dan menjadi sakit. Dengan demikian perawat perlu
memahami latar belakang budaya yang dimiliki klien.
Ekonomi, Semakin
tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap
gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan
ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.
Kemudahan Akses
Terhadap Sistem Pelayanan, Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat
pelayanan medis lain sering mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki sistem
pelayanan kesehatan. Demikian pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang
kompleks dan besar dan mereka lebih suka untuk mengunjungi Puskesmas yang tidak
membutuhkan prosedur yang rumit.
Dukungan Sosial,
Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang
bersifat peningkatan kesehatan. Di institusi tersebut dapat dilakukan berbagai
kegiatan, seperti seminar kesehatan, pendidikan dan pelatihan kesehatan,
latihan (aerobik, senam POCO-POCO dll).
Juga menyediakan fasilitas olehraga seperti, kolam renang, lapangan Bola Basket, Lapangan Sepak Bola, dll.
Juga menyediakan fasilitas olehraga seperti, kolam renang, lapangan Bola Basket, Lapangan Sepak Bola, dll.
II.2.b. Tahap-Tahap Perilaku Sakit
a. Tahap I (Mengalami Gejala)
1). Pada tahap ini pasien menyadari
bahwa ”ada sesuatu yang salah ”
2). Mereka mengenali sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga adanya diagnosa tertentu.
2). Mereka mengenali sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga adanya diagnosa tertentu.
3). Persepsi individu terhadap suatu
gejala meliputi:
(a) kesadaran
terhadap perubahan fisik (nyeri, benjolan, dll);
(b) evaluasi
terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut merupakan suatu
gejala penyakit;
(c) respon
emosional.
4). Jika gejala itu dianggap merupakan suatu gejal penyakit dan dapat mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari pertolongan.
b. Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)
1). Terjadi jika
gejala menetap atau semakin berat
2). Orang yang
sakit akan melakukan konfirmasi kepada keluarga, orang terdekat atau kelompok
sosialnya bahwa ia benar-benar sakit sehingga harus diistirahatkan dari
kewajiban normalnya dan dari harapan terhadap perannya.
3). Menimbulkan
perubahan emosional spt : menarik diri/depresi, dan juga perubahan fisik.
Perubahan emosional yang terjadi bisa kompleks atau sederhana tergantung
beratnya penyakit, tingkat ketidakmampuan, dan perkiraan lama sakit.
4). Seseorang
awalnya menyangkal pentingnya intervensi dari pelayanan kesehatan, sehingga ia akan tetapi jikaàmenunda
kontak dengan sistem pelayanan kesehatan gejala itu menetap dan semakin memberat maka
ia akan segera melakukan kontak dengan sistem pelayanan kesehatan dan berubah
menjadi seorang klien.
c. Tahap III (Kontak Dengan Pelayanan Kesehatan)
1). Pada tahap
ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli, mencari
penjelasan mengenai gejala yang dirasakan, penyebab penyakit, dan implikasi
penyakit terhadap kesehatan dimasa yang akan dating
2). Profesi
kesehatan mungkin akan menentukan bahwa mereka tidak menderita suatu penyakit
atau justru menyatakan jika mereka klien
bisaàmenderita
penyakit yang bisa mengancam kehidupannya. menerima atau menyangkal diagnosa tersebut.3).
Bila klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencan pengobatan yang telah
ditentukan, akan tetapi jika menyangkal mereka mungkin akan mencari sistem
pelayanan kesehatan lain, atau berkonsultasi dengan beberapa pemberi pelayanan
kesehatan lain sampai mereka menemukan orang yang membuat diagnosa sesuai
dengan keinginannya atau sampai mereka menerima diagnosa awal yang telah
ditetapkan.
4). Klien yang
merasa sakit, tapi dinyatakan sehat oleh profesi kesehatan, mungkin ia akan
mengunjungi profesi kesehatan lain sampai ia memperoleh diagnosa yang
diinginkan
5). Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam kelangsungan hidup, ia akan mencari profesi kesehatan lain untuk meyakinkan bahwa kesehatan atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya: klien yang didiagnosa mengidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa dokter sebagai usaha klien menghindari diagnosa yang sebenarnya.
5). Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam kelangsungan hidup, ia akan mencari profesi kesehatan lain untuk meyakinkan bahwa kesehatan atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya: klien yang didiagnosa mengidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa dokter sebagai usaha klien menghindari diagnosa yang sebenarnya.
d. Tahap IV (Peran Klien Dependen)
1). Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung pada pada pemberi pelayanan kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada.
2). Klien
menerima perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan dan stress
hidupnya.
semakin parah sakitnya, semakin bebas.
semakin parah sakitnya, semakin bebas.
3). Secara
sosial klien diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan tugas normalnya
4). Pada tahap
ini klien juga harus menyesuaikanny dengan perubahan jadwal sehari-hari.
Perubahan ini jelas akan mempengaruhi peran klien di tempat ia bekerja, rumah
maupun masyarakat.
e. Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitasi)
1). Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-tiba, misalnya penurunan demam.
2). Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan seorang klien butuh perawatan lebih lama sebelum kembali ke fungsi optimal, misalnya pada penyakit kronis
Tidak semua
klien melewati tahapan yang ada, dan tidak setiap klien melewatinya dengan
kecepatan atau dengan sikap yang sama. Pemahaman terhadap tahapan perilaku
sakit akan membantu perawat dalam mengidentifikasi perubahan-perubahan perilaku
sakit klien dan bersama-sama klien membuat rencana perawatan yang efektif.
II.2.c. Dampak Sakit
a. Terhadap Perilaku dan Emosi Klien
Setiap orang
memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal penyakit, reaksi orang
lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain.
Penyakit dengan
jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupannya akan menimbulkan
sedikit perubahan perilaku dalam fungsi klien dan keluarga. Misalnya seorang
Ayah yang mengalami demam, mungkin akan mengalami penurunan tenaga atau
kesabaran untuk menghabiskan waktunya dalam kegiatan keluarga dan mungkin akan
menjadi mudah marah, dan lebih memilih menyendiri.
Sedangkan
penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya.dapat menimbulkan perubahan
emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah,
dan menarikd diri.
Perawat berperan
dalam mengembangkan koping klien dan keluarga terhadap stress, karena stressor
sendiri tidak bisa dihilangkan.
b. Terhadap Peran Keluarga
Setiap orang
memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari nafkah, pengambil keputusan,
seorang profesional, atau sebagai orang tua. Saat mengalami penyakit,
peran-peran klien tersebut dapat mengalami perubahan.
Perubahan
tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat atau terlihat secara
drastis dan berlangsung lama. Individu / keluarga lebih mudah beradaftasi
dengan perubahan yang berlangsung singkat dan tidak terlihat.
Peran perawat
adalah melibatkan keluarga dalam pembuatan rencana keperawatan.
c. Terhadap Citra Tubuh
Citra tubuh
merupakan konsep subjektif seseorang terhadap penampilan fisiknya. Beberapa
penyakit dapat menimbulkan perubahan dalam penampilan fisiknya, dan
klien/keluarga akan bereaksi dengan cara yang berbeda-beda terhadap perubahan
tersebut. Reaksi klien/keluarga terhadap perubahan gambaran tubuh itu
tergantung pada:
1). Jenis Perubahan (mis: kehilangan
tangan, alat indera tertentu, atau organ tertentu)
2). Kapasitas adaptasi
3). Kecepatan perubahan
4). Dukungan yang tersedia.
2). Kapasitas adaptasi
3). Kecepatan perubahan
4). Dukungan yang tersedia.
d. Terhadap Konsep Diri
Konsep Diri
adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana
mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.
Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi juga bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri.Perubahan konsep diri akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa terobservasi dibandingkan perubahan peran.
Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi juga bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri.Perubahan konsep diri akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa terobservasi dibandingkan perubahan peran.
Konsep diri
berperan penting dalam hubungan seseorang dengan anggota keluarganya yang lain.
Klien yang mengalami perubahan konsep diri karena sakitnya mungkin tidak mampu
lagi memenuhi harapan keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan
konflik. Akibatnya anggota keluarga akan merubah interaksi mereka dengan klien.
Misal: Klien
tidak lagi terlibat dalam proses pengambilan keputusan dikeluarga atau tidak
akan merasa mampu memberi dukungan emosi pada anggota keluarganya klien akan merasa kehilangan yang lain atau
kepada teman-temannya fungsi sosialnya.
Perawat
seharusnya mampu mengobservasi perubahan konsep diri klien, dengan
mengembangkan rencana perawatan yann membantu mereka menyesuaikan diri dengan
akibat dan kondisi yang dialami klien.
e. Terhadap Dinamika Keluarga
Dinamika
Keluarga meruapakan proses dimana keluarga melakukan fungsi, mengambil
keputusan, memberi dukungan kepada anggota keluarganya, dan melakukan koping
terhadap perubahan dan tantangan hidup sehari-hari.
Misal: jika
salah satu orang tua sakit maka kegiatan dan pengambilan keputusan akan
tertunda sampai mereka sembuh.
Jika penyakitnya
berkepanjangan, seringkali keluarga harus membuat pola fungsi yang baru
sehingga bisa menimbulkan stress emosional.
Misal: anak
kecil akan mengalami rasa kehilangan yang besar jika salah satu orang tuanya
tidak mampu memberikan kasih sayang dan rasa aman pada mereka. Atau jika
anaknya sudah dewasa maka seringkali ia harus menggantikan peran mereka sebagai
mereka termasuk kalau perlu sebagai pencari nafkah.
II.3. Konsep Sehat Sakit
II.3.a. Model sehat sakit
1). Model Rentang Sehat-Sakit (Neuman)
Menurut Neuman
(1990): ”sehat dalam suatu rentang merupakan tingkat kesejahteraan klien pada
waktu tertentu , yang terdapat dalam rentang dan kondisi sejahtera yang optimal
, dengan energi yang paling maksimum, sampai kondisi kematian yang menandakan
habisnya energi total”
Jadi menurut model ini sehat adalah keadaan dinamis yang berubah secara terus menerus sesuai dengan adaptasi individu terhadap berbagai perubahan pada lingkungan internal dan eksternalnya untuk mempertahankan keadaan fisik, emosional, inteletual, sosial, perkembangan, dan spiritual yang sehat.
Jadi menurut model ini sehat adalah keadaan dinamis yang berubah secara terus menerus sesuai dengan adaptasi individu terhadap berbagai perubahan pada lingkungan internal dan eksternalnya untuk mempertahankan keadaan fisik, emosional, inteletual, sosial, perkembangan, dan spiritual yang sehat.
Sedangkan Sakit
merupakan proses dimana fungsi individu dalam satu atau lebih dimensi yang ada
mengalami perubahan atau penurunan bila dibandingkan dengan kondisi individu
sebelumnya.
Karena sehat dan sakit merupakan kualitas yang relatif dan mempunyai tingkatan sehingga akan lebih akurat jika ditentukan seseuai titik-titik tertentu pada skala Rentang Sehat-Sakit.
Karena sehat dan sakit merupakan kualitas yang relatif dan mempunyai tingkatan sehingga akan lebih akurat jika ditentukan seseuai titik-titik tertentu pada skala Rentang Sehat-Sakit.
Dengan model ini
perawat dapat menentukan tingkat kesehatan klien sesuai dengan rentang
sehat-sakitnya. Sehingga faktor resiko klien yang merupakan merupakan faktor
yang penting untuk diperhatikan dalam mengidentifikasi tingkat kesehatan klien.
Faktor-faktor resiko itu meliputi variabel genetik dan psikologis.
Kekurangan dari
model ini adalah sulitnya menentukan tingkat kesehatan klien sesuai dengan
titik tertentu yang ada diantara dua titik ekstrim pada rentang itu
(Kesejahteraan Tingkat Tinggi – Kematian). Misalnya: apakah seseorang yang mengalami
fraktur kaki tapi ia mampu melakukan adaptasi dengan keterbatasan mobilitas,
dianggap kurang sehat atau lebih sehat dibandingkan dengan orang yang mempunyai
fisik sehat tapi mengalami depresi berat setelah kematian pasangannya.
Model ini efektif jika digunakan untuk membandingkan tingkat kesejahteraan saat ini dengan tingkat kesehatan sebelumnya. Sehingga bermanfaat bagi perawat dalam menentukan tujuan pencapaian tingkat kesehatan yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Model ini efektif jika digunakan untuk membandingkan tingkat kesejahteraan saat ini dengan tingkat kesehatan sebelumnya. Sehingga bermanfaat bagi perawat dalam menentukan tujuan pencapaian tingkat kesehatan yang lebih baik dimasa yang akan datang.
2). Model Kesejahteraan Tingkat Tinggi (Dunn)
Model yang
dikembangkan oleh Dunn (1977) ini berorientasi pada cara memaksimalkan potensi
sehat pada individu melalui perubahan perilaku.
Pada pendekatn
model ini perawat melakukan intervnsi keperawatan yang dapat membantu klien
mengubah perilaku tertentu yang mengandung resiko tinggi terhadap kesehatan
Model ini berhasil diterapkan untuk perawatan lansia, dan juga digunakan dalam keperawatan keluarga maupun komunitas.
Model ini berhasil diterapkan untuk perawatan lansia, dan juga digunakan dalam keperawatan keluarga maupun komunitas.
3). Model Agen-Pejamu-Lingkungan(Leavell at all.)
Menurut
pendekatan model ini tingkat sehat dan sakit individu atau kelompok ditentukan
oleh hubungan dinamis antara Agen, Pejamu, dan Lingkungan.
Agen : Berbagai
faktor internal-eksternal yang dengan atau tanpanya dapat menyebabkan
terjadinya penyakit atau sakit. Agen ini bisa bersifat biologis, kimia, fisik,
mekanis, atau psikososial.
jadi Agen ini bisa berupa yang merugikan kesehatan (bakteri, stress) atau yang meningkatkan kesehatan (nutrisi, dll).
jadi Agen ini bisa berupa yang merugikan kesehatan (bakteri, stress) atau yang meningkatkan kesehatan (nutrisi, dll).
Pejamu :
Sesorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap penyakit/sakit tertentu.
Faktor pejamu antara lain: situasi atau kondisi fisik dan psikososoial yang menyebabkan seseorang yang beresiko menjadi sakit.
Faktor pejamu antara lain: situasi atau kondisi fisik dan psikososoial yang menyebabkan seseorang yang beresiko menjadi sakit.
Misalnya:
Riwayat keluarga, usia, gaya hidup dll.
·
Lingkungan:
seluruh faktor yang ada diluar pejamu.
·
Lingkungan
fisik: tingkat ekonomi, iklim, kondisi tempat tinggal, penerangan, kebisingan
·
Lingkungan
sosial: Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial, misalnys: stress,
konflik, kesulitan ekonomi, krisis hidup.
Model ini
menyatakan bahwa sehat dan sakit ditentukan oleh interaksi yang dinamis dari
ketiga variabel tersebut. Menurut Berne et al (1990) respon dapat meningkatkan
kesehatan atau yang dapat merusak kesehatan berasal dari interaksi antara
seseorang atau sekelompok orang dengan lingkungannya.
Selain dalam keperawatan komunitas model ini juga dikembangkan dalam teori umum tentang berbagai penyebab penyakit.
Selain dalam keperawatan komunitas model ini juga dikembangkan dalam teori umum tentang berbagai penyebab penyakit.
4). Model Keyakinan-Kesehatan
Model
Keyakinan-Kesehatan menurut Rosenstoch (1974) dan Becker dan Maiman (1975)
menyatakan hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang
ditampilkan.
Model ini memberikan cara bagaimana klien akan berprilaku sehubungan dengan kesehatan mereka dan bagaimana mereka mematuhi terapi kesehatan yang diberikan.
Model ini memberikan cara bagaimana klien akan berprilaku sehubungan dengan kesehatan mereka dan bagaimana mereka mematuhi terapi kesehatan yang diberikan.
Terdapat tiga
komponen dari model Keyakinan-Kesehatan antara lain:
a. Persepsi
Individu tentang kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit.
Misal: seorang
klien perlu mengenal adanya pernyakit koroner melalui riwayat keluarganya,
apalagi kemudian ada keluarganya yang meninggal maka klien mungkin merasakan
resiko mengalami penyakit jantung.
b. Persepsi
Individu terhadap keseriusan penyakit tertentu.
Dipengaruhi oleh
variabel demografi dan sosiopsikologis, perasaan terancam oleh penyakit,
anjuran untuk bertindak (misal: kampanye media massa, anjuran keluarga atau
dokter dll)
c. Persepsi
Individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang diambil.
Seseorang
mungkin mengambil tindakan preventif, dengan mengubah gaya hidup, meningkatkan
kepatuhan terhadap terapi medis, atau mencari pengobatan medis.
Model ini
membantu perawat memahami berbagai faktor yang dapat mempengaruhi persepsi,
keyakinan, dan perilaku klien, serta membantu perawat membuat rencana perawatan
yang paling efektif untuk membantu klien, memelihara dan mengembalikan
kesehatan serta mencegah terjadiny penyakit.
II.3.b. Factor yang berpengaruh terhadap perubahan sehat sakit
II.3.b. Factor yang berpengaruh terhadap perubahan sehat sakit
A. Blum,
mengemukakan terdapat 6 faktor yang mempengaruhi status sehat-sakit, yaitu :
1.
Faktor politik meliputi keamanan, tekanan, tindasan dll.
2.
Faktor perilaku manusia meliputi kebutuhan manusia, kebiasaan manusia, adat
istiadat.
3.
Faktor keturunan meliputi genetic, kecacatan, etnis, fator resiko, ras dll.
4.
Factor pelayanan kesehatan meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
5.
Faktor lingkungan meliputi udara, air, sungai dll.
6.
Factor social ekonomi meliputi pendidikan, pekerjaan dll.
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
1. Sehat adalah
suatu keadaan dimana sehat itu tidak hanya terbebas dari penyakit dan kelemahan
fisik, tetapi juga terbebas dari gangguan psikologis, social dan spiritual yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif.
2. sakit
merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aktivitas sehari-hari baik
aktivitas jasmani, rohani dan sosial. Sakit adalah keadaan dimana fisik,
emosional, intelektual, sosial, perkembangan, atau seseorang berkurang atau
terganggu, bukan hanya keadaan terjadinya proses penyakit.
III.2. Saran
Adapun
saran-saran yang dapat penulis sampaikan yaitu:
1. Lakukan pencegahan sebelum penyakit menyerang tubuh kita.
2.
Lakukan senam dan aktif menggerakkan otot agar kelemahan fisik tidak terjadi.
3.
Selalu berinteraksi dengan orang lain dan orang-orang terdekat dengan kita agar
kehidupan social
kita
tetap terjaga.
4.
Tingkatkan iman dan taqwa kita kepada Tuhan YME agar pikiran dan jiwa kita
tidak terganggu.
Daftar Pustaka
Potter, Patricia. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses, dan praktek/Patricia A.
Potter, Anne
Griffin Perry; Alih Bahasa, Yasmin Asih et al. Editor edisi Bahasa indonesia,
Devi Yulianti, Monica Ester. Ed.4. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar